Isu-Isu Kesetaraan Gender dalam Politik: Tantangan di Indonesia dan Dunia
79percentclock.com - Kesetaraan gender dalam politik telah menjadi topik yang semakin relevan di era modern. Meskipun langkah besar telah diambil untuk meningkatkan partisipasi perempuan di ranah politik, masih ada banyak tantangan yang menghambat tercapainya keseimbangan yang sejati. Baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, isu ini mencerminkan perpaduan antara kemajuan yang menggembirakan dan hambatan sosial, budaya, serta struktural yang masih membutuhkan perhatian serius. Sumber: hail-to-the-thief.
Kesetaraan Gender dalam Politik di Indonesia
Di Indonesia, perjalanan menuju kesetaraan gender dalam politik memiliki sejarah panjang. Sejak reformasi 1998, berbagai kebijakan telah diterapkan untuk mendorong keterlibatan perempuan, seperti kuota 30% kandidat perempuan dalam daftar calon legislatif yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Langkah ini menunjukkan komitmen untuk memperluas representasi perempuan di parlemen dan pemerintahan. Hasilnya, pada Pemilu 2019, proporsi anggota DPR RI yang perempuan mencapai sekitar 21%, sebuah peningkatan dibandingkan dekade sebelumnya.
Namun, angka ini masih jauh dari ideal. Salah satu tantangan terbesar adalah budaya patriarki yang masih kuat di banyak lapisan masyarakat. Stereotip bahwa politik adalah "dunia laki-laki" sering kali membuat perempuan ragu untuk maju atau mendapat dukungan penuh dari keluarga dan komunitas mereka. Selain itu, minimnya akses ke sumber daya seperti pendanaan kampanye dan jaringan politik juga menjadi penghalang. Perempuan sering kali harus bekerja lebih keras untuk membuktikan kapabilitas mereka, padahal kompetensi mereka tak kalah dari rekan laki-laki.
Di tingkat lokal, situasinya bisa lebih kompleks. Di beberapa daerah, norma adat dan agama turut memengaruhi persepsi terhadap peran perempuan dalam kepemimpinan. Meski begitu, ada pula kisah sukses seperti Tri Rismaharini, mantan Wali Kota Surabaya, yang menunjukkan bahwa perempuan mampu memimpin dengan efektif dan membawa perubahan nyata.
Tantangan Global
Di panggung dunia, kesetaraan gender dalam politik juga menunjukkan kemajuan yang bercampur dengan tantangan. Menurut data dari UN Women, pada awal 2025, hanya sekitar 26% kursi parlemen di seluruh dunia diisi oleh perempuan. Negara-negara Nordik seperti Swedia dan Norwegia menjadi teladan dengan representasi perempuan yang mendekati 50%, sementara di beberapa wilayah lain, seperti Timur Tengah dan Afrika Utara, angka ini masih di bawah 15%.
Faktor global yang menghambat kesetaraan gender mirip dengan yang ada di Indonesia: budaya patriarki, diskriminasi struktural, dan ketimpangan ekonomi. Di banyak negara, perempuan masih dipandang sebagai pengurus rumah tangga, bukan pengambil keputusan publik. Kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan verbal dan ancaman fisik selama kampanye, juga menjadi momok yang menghalangi partisipasi perempuan.
Namun, ada cerita inspiratif yang patut dicatat. Pemimpin seperti Jacinda Ardern dari Selandia Baru dan Angela Merkel dari Jerman telah membuktikan bahwa perempuan tidak hanya mampu memimpin, tetapi juga membawa perspektif baru dalam kebijakan publik, seperti isu kesejahteraan sosial dan lingkungan. Di Afrika, Rwanda menjadi contoh luar biasa dengan lebih dari 60% kursi parlemen diisi perempuan, sebuah capaian yang lahir dari kebijakan kuota dan komitmen pasca-konflik untuk membangun kembali masyarakat dengan inklusi gender.
Apakah Perempuan Kalah Prestasi dibanding Pria?
Pertanyaan apakah perempuan lebih lemah dibanding pria sering muncul dari stereotip lama yang tidak lagi relevan dengan realitas saat ini. Dalam dunia kerja atau politik, kekuatan tidak hanya diukur dari aspek fisik, tetapi juga ketahanan mental, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi—kualitas yang dimiliki baik oleh perempuan maupun pria. Studi menunjukkan bahwa perempuan sering kali unggul dalam multitasking dan komunikasi, sementara pria mungkin mendominasi pada tugas-tugas yang membutuhkan tenaga fisik berat. Namun, dengan teknologi modern dan perubahan natura pekerjaan, perbedaan ini semakin menipis, membuktikan bahwa "kelemahan" lebih merupakan persepsi sosial ketimbang fakta mutlak.
Jalan ke Depan
Baik di Indonesia maupun dunia, kesetaraan gender dalam politik bukan hanya soal angka, tetapi juga kualitas partisipasi. Meningkatkan edukasi politik untuk perempuan, menyediakan dukungan finansial, dan mengatasi stereotip gender adalah langkah yang mendesak. Di tingkat global, kerja sama internasional melalui organisasi seperti PBB dapat mempercepat perubahan dengan berbagi praktik terbaik dan mendorong akuntabilitas.
Di Indonesia, memperkuat implementasi kuota gender dan melibatkan laki-laki sebagai sekutu dalam advokasi kesetaraan bisa menjadi kunci. Politik yang inklusif tidak hanya menguntungkan perempuan, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan, karena kebijakan yang lahir dari keragaman perspektif cenderung lebih adil dan berkelanjutan.
Kesetaraan gender dalam politik adalah perjuangan yang belum selesai. Dengan komitmen bersama dari pemerintah, masyarakat, dan individu, baik Indonesia maupun dunia bisa melangkah lebih jauh menuju demokrasi yang benar-benar mencerminkan suara semua pihak.